Sunday, May 15, 2011

47 tahun yang lalu - part 2

Memang masa SMA buatku penuh dengan gejolak muda, anak muda yang sedang mencari jati dirinya dan gejolak ini mulai timbul dikarenakan karena adanya sentimen atau deskriminasi. Padahal mungkin ini hanya perasaanku saja. Tapi memang dari gejolak inilah aku ingin menunjukkan bahwa kusnun punya arti di dunia ini, kusnun bukan hanya seorang anak yang puas hanya dengan meminta uang saku dari orang tuanya, minta dibelikan sepatu, gitar, sepeda, dll. Tanpa tahu darimana seorang bapak mencari nafkah buat keluarga dengan 9 orang anak beranak dan dari seorang ibu yang di usia relatif tua masih harus "nglaju" dari Ungaran ke SMP Tengaran, meskipun di akhir masa tugasnya sebagai guru, ibuku dipindah ke SMP Negeri 2 Ungaran.
Kusnun bukan hanya seorang anak yang hitam sehingga bapakku memanggilku sebagai "jlitheng", tapi jujur aku seneng dengan panggilan itu. Itu panggilan untuk Betara Kresno di dunia pewayangan. Yang sangat kuidolakan sehingga sampai tua begini aku masih mengkoleksi komik-komik Baratayuda dan mahabarata karangan RA Kosasih.
Atau ibuku memanggilku dengan nunung, indah rasanya dan dunia penuh warna dan ternyata benar nunung buat orang jawa biasanya untuk panggilan anak gadis. Mungkin karena itu kadang suaraku seperti suara cewek. Apalagi kalau ditelp sering orang terkaget-kaget dengan memanggil halo ibu (hah).
Kakakku tertua memanggilku menthik karena artinya kecil, bayangin dulu aku memang paling kecil dibanding kakak-kakakku dan adikku. Dengan tinggi 169 cm dan berat 55 kg terasa kecilnya aku. Adikku saja dengan tinggi 185 cm dan berat minimal 75 kg waktu itu sudah bisa dijadikan alasan kenapa aku dipanggil dengan "menthik". Kalau anak gadis panggilannya "menik" ( bunga cabe ).
Jadi akhirnya kusnun harus bisa mandiri dan mampu mengatasi kekurangan ini semua. Itu semua bisa berubah kalau aku jadi anak pintar, cerdas dan menonjol. Tidak ada cara lain, kecuali aku dibesarkan menjadi anak Tomy Winata, Lim Siou Liong atau Aburizal Bakri. Dengan menjadi anak pintar dan cerdas aku selalu berdiri paling depan bila ada panggilan di setiap kenaikan kelas, bahkan teman-temanku sering traktir aku hanya karena aku mengerjakan pr-pr mereka. Sobat-sobat kecilku dulu ada Elizabeth, Kusuma Wardhana, Hasan, Cun Cun, dll. Sampe-sampe aku harus kena tegur suster-suster gara-gara ketahuan mengerjakan pr-pr mereka.
Dengan menonjol aku jadi dikenal, bahkan oleh ibu-ibu dari teman-temanku, sampe-sampe kalau anaknya main dengan aku mereka dengan ikhlas akan melepasnya, karena dia tahu anaknya tidak akan di-apa-apakan oleh kusnun he.he.he. Sehingga bila si Anu pergi agar bisa main dengan kawannya aku dijadikan tumbal, agar mendapatkan ijin dari mamanya. Nggak pa-pa. Namanya kan Simbiosa Mutualisme, saling menguntungkan.
Karena itu kehidupanku terasa penuh warna bagi seorang pelajar, aku ikut latihan karate di doyo depan rumah sejak kelas 1 smp (terakhir hanya sampai ban biru aja, keburu bubar, aku ikut aliran Shitoryu), maen bola di lapangan PHB ( sampe hampir-hampir ikut seleksi di Diklat Sepakbola Salatiga ), aku bahkan team inti untuk PSU dan Persikas, organisasi Lang-Lang Arga- pecinta alam yang membuatku dapat mendaki dari gunung Ungaran, Merbabu, Lawu, sindoro, sumbing, dll. Pramuka juga merupakan hobiku waktu itu bahkan itu terbawa sampai aku masuk di Pertamina Lirik, dari Pramuka aku bisa ke Solo, Semarang, Salatiga, Banyumas, Jakarta, Kendal, Kudus, dll. Dari ajang Jambore daerah, jambore nasional sampai jambore asia pasifik dan beberapa Perkemahan Wirakarya. Akhirnya meskipun aku tidak terpilih sebagai anggota PASKIBRAKA di Jakarta, tapi aku masih dapat mengikuti di tingkat Jawa Tengah di Semarang dan karena itu aku masuk menjadi anggota PPI (Pasukan Pengibar Indonesia) dan PCM di Jawa Tengah (Purna Caraka Muda), di sini aku dapat bergaul dengan anak-anak muda eks-pertukaran Pemuda Indonesia-Canada, Australia, Kapal ASEAN dan Eks-Paskibraka wakil-wakil Jawa Tengah. dari forum ini pun sempat dikirim berulang kali ke Jakarta.
Dari itu semua aku sudah mampu mandiri secara finansial sebagai anak muda, aku bisa beli sepatu Adidas untuk sepakbola (la-plata), Camera Fujica M-150, Sepeda Balap (patungan dengan kakaku yang dua tahun lalu sudah dipanggil Allah), bahkan sebuah guitar akustik, meskipun sampe saat ini aku nggak bisa main gitar. Cukup lumayan untuk ukuran anak waktu itu, sehingga aku merasa tidak kekurangan. Alhamdulillah. Belum dari Dharma Siswa sebagai Pelajar Teladan SD, SMP dan SMA baik di tingkat Kabupaten maupun Propinsi.
Kebanggaanku pun bertambah setelah pada tahun 1981 dan 1982 aku berhasil menjadi Juara mengarang PPN (Pekan Penghijauan Nasional) Tingkat Jawa Tengah dan aku pun terpampang di dalam beberapa media cetak daerah waktu itu. Bahkan bupati Semarang waktu itu pun sempat memanggil khusus aku di kediamannya gara-gara kemenonjolanku ini, apalagi seumur itu aku sudah berani Memprotes Kebijakan Beliau di Depan Forum Tatap Muka Muspida Kabupaten Semarang dengan para pelajar. Dengan berdiri di panggung/ podium di hadapan pak Bupati, Kapolres, dandim, Ketua DPRD, guru-guru, dll aku teriakkan agar Bupati mengkaji ulang tentang Kebijakan menebangi pohon-pohon pelindung di sepanjang jalan Diponegoro. Bila perlu ditambah bukannya dihabisin.

1 comment:

  1. wah.. pengalamannya bagus kali pak.. :)
    salut saya pak.
    salam kenal pak :)

    ReplyDelete