Saturday, March 5, 2011

Kalau Bisa Dipermudah Kenapa Dipersulit ????

Sungguh ungkapan di atas ternyata masih tetap relevan. Bahkan mungkin hingga akhir zaman. Apalagi zaman seperti saat ini. Kalau tidak mempersulit orang maka bukanlah orang hebat. Karena kalau orang lain sudah tergantung pada kita, maka segalanya tidak akan jalan kalau kita tidak ada. Terlalu ( kata haji Rhoma Irama dalam lagunya... ). Tapi toh hal itu juga berjalan juga.
Coba kita lihat sudah banyak aturan dibuat ( padahal maksud dibuat aturan ya ... biar semua-nya menjadi teratur.. tertib ), tapi ternyata bahwa semakin banyak aturan maka semakin nekad juga orang untuk melanggarnya.
Orang berkata "aturan memang untuk dilanggar", kalau tidak ya penjara jadi sepi, hakim nggak bisa ketok palu, boss nggak bisa marah-marah atau bahkan nggak mungkin lagi ada polisi karena semuanya sudah mengikuti aturan.
Banyak kejadian di depan mata kita membuktikan "judul" di atas.
Atau malahan judul jadi "Kalau sulit kenapa dipermudah???"
Upaya mengikis budaya ini bukanlah tidak ada, bahkan dikancah nasional pun sudah dijalankan, seperti : pelayanan satu atap (sudah banyak dijalankan di berbagai daerah : Sragen-Jawa Tengah contohnya), pembentukan mahkamah konstitusi ( bahkan punya wewenang untuk mengkaji suatu aturan layak untuk dijalankan atau tidak, lembaga yang mampu menganulir PERDA, Undang-Undang bahkan Perubahan Konstitusi sekali pun ), belum lagi terbentuknya Lembaga "super body" julukannya si KA PE KA (KPK) atau dengan GCG (Tata Kelola Pemerintahan yang Benar)dan Pakta Integritas. Pokoknya semua harus dibina, dibentuk untuk menjadi pribadi yang santun, taat aturan dan disiplin.


Namun kenyataannya ? Banyak juga gratifikasi berseliweran, cek pelawat diumbar ke anggota-anggota Dewan atau ada yang lain ?, Penilepan laporan pajak ( atau pajak diakali bila perlu laporan pajak serendah mungkin atau NIL ), Penggelembungan biaya dinas ( ingat kasus di deplu tentang ticket diplomat !! ). Mau yang lebih dekat lagi ya proses pembuatan KTP + Kartu Keluarga, SIM, atau ngurus sertifikat tanah... wah..wah...bisa puyeng tuh.
Jadi yang paling baik adalah Kalau Bisa Dipermudah kenapa Dipersulit, iya kan????? Pasti pada setuju semua tuh.. kayak anggota dewan era Bapak Pembangunan atau ORBA.
Bukan kah Nabi kita juga bersabda Beribadahlah Engkau hari ini seakan Besok Engkau akan mati. Ibadah salah satunya adalah menjalin silahturahmi sesama manusia (hablum mina nas) di samping ke pada Allah ( habblum mina Allah ).
Bayangin deh kalau semua manusia berpikiran sama seperti ini, pasti dunia ini akan penuh Damai, Sejuk dan Tentram (bathin dan lahiriah).

Friday, March 4, 2011

Helicopter View

SYNERGY MANAGEMENT

PENDAHULUAN

Berangkat dari kekuatan masing-masing team yang ada, maka apabila digabungkan dalam suatu manajemen yang baik, niscaya akan diperoleh satu kekuatan yang besar guna menghasilkan produk, out put atau hasil kerja yang mencengangkan. Konsep inilah yang akan diterapkan di dalam “Synergy Management”.
Berbeda dari manajemen sebelumnya yang lebih menitikberatkan pada hasil yang dihasilkan oleh beberapa team tanpa menyeluruh. Synergy Management membutuhkan saling keteriklatan antar team dalam suatu perusahaan. Dengan kata lain semua team mempunyai peranan dalam menghasilkan suatu produk dan apabila satu team lemah maka kualitas yang dihasilkan tidaklah optimal.

HELICOPTER VIEW

Barang kali satu syarat mutlak di dalam melakukan telaah “synergy management” adalah dengan melakukan “helicopter view”. Artinya kita dapat melihat proses terjadi produk dari segala sudut pandang, aspek yang saling mempengaruhi, para pelaku yang terlibat sampai segala kebutuhan yang diperlukan guna keberhasilan mencapai target produksi. Menghasilkan produk yang berkualitas secara kualitatif dan besar serta banyak secara kuantitas.

Bila hal ini tidak dilakukan berarti kita tidak akan mendapatkan apa-apa.

BAGAIMANA MENGANALISA “HELICOPTER VIEW”

Dari kaca mata yang lebih leluasa seseorang akan lebih dapat menilai segala sesuatu secara lebih obyektif, sehingga buah pikiran atau hasil kerjanya pun dapat lebih optimal. Bagi sebuah perusahaan hal ini jelas membantu untuk meningkatkan produktivitas kerja yang hasilnya produksi meningkat dan keuntungan pun akan berlipat – lipat.
Kemampuan “helicopter view” sangat dibutuhkan baik dari tingkat Top management sampai dengan lower management. Meski pun pada kenyataannya hal ini sangat sulit diterapkan pada level – level bawah ( lower managemen ), tetapi apabila kita akan menghasilkan hasil optimal kita memang harus mengarah ke sana. Hal yang paling sulit menggugah hal ini pada mereka adalah adanya keinginan tambah kerja tambah duit atau penghasilan, karena dalam pikiran ( mind ) mereka hal ini menambah beban kerja, sehingga harus ada kompensasi. Hal ini pun masih sering kita alami pada level middle atau bahkan top managemen sekali pun. Ini jelas-jelas “handicap”.
Nah, bagaimana akan menganalisa kalau masih ada handicap ini. Makanya handicap ini harus sebesar – besarnya dieleminasi atau kalau bisa tidak ada sama sekali, karena kadang-kadang secara managerial bila seseorang melakukan kerja dengan paksaan, akan setengah hati dan hasilnya jelas tidak akan sempurna, jauh dari harapan, bahkan pada perusahaan-perusahaan yang hitech atau vital dan rawan bahaya. Bukan tidak mungkin akan terjadi kecelakaan atau bencana. Contoh nyata pada Pabrik Kimia Petro Widodo di Gresik, Jawa Timur beberapa waktu yang lalu atau Kilang Minyak BP di Texas Amerika Serikat satu minggu yang lalu.
Namun bila semua individu, team dan managemen dapat menyatukan data atau pandangan, maka akan dapat diperoleh satu ikatan kerja yang optimal, saling isi bukan saling sikut, saling galang bukan saling ganyang, saling memberikan kontribusi bukan memberi nasi basi. Inilah yang disebut dengan “sinergi”. One for all or all for one, petitih jawa : madep mantep mangan turu melu mertuwo.

Berbagai metoda menganalisa “helicopter view” yang banyak dikembangkan adalah “SWOT – Strenght-Weakness-Opportunity-Thread” ( Tahu akan kekuatan diri sendiri – Kelemahan – Mampu Mencari Celah sebagai kesempatan maju – Berani menghadapi segala resiko dan tantangan ).

Dalam satu proses produk kita harus tahu proses awal sampai akhir sehingga munculnya produk. Contoh pada dunia minyak : Begitu data Geologi menyatakan satu daerah mengandung minyak, maka akan dilakukan berbagai kegiatan Eksplorasi ( Seismic, Analisa, pemboran ), Eksploitasi ( Pengembangan, infill Drilling ), Produksi ( Treatment Minyak – Air, storage tank ), Pengapalan, Kilang, Pemasaran Produk, Perhitungan Pendapatan dan Untung Rugi Perusahaan. Dari Berbagai proses ini maka akan dapat dilihat bahwa untuk melakukan proses diperlukan, alat, manusia, modal ( uang ) dan metoda.
Alat dapat berupa perangkat keras maupun lunak, manusia haruslah menjadi SDM – SDM yang tangguh dan professional, Modal berarti untuk menghasilkan sesuatu tidak cukup hanya niat, minat dan bakat tetapi juga diperlukan Modal atau uang untuk mendanai semua itu, beli alat, bayar pajak, bayar gaji, dll.
Metoda biasanya dikenal sebagai tools-cara kerja-cara mendapatkannya, dalam ilmu “kaizen” dikenal sebagai Fishbone Diagram – diagram tulang ikan. Bahkan Metoda ini akan dapat menentukan permasalahan – permasalahan apa yang ada yang harus terlebih dahulu dipecahkan atau dicarikan jalan keluarnya. Ini juga akan menimbulkan “suistainable working” – kerja yang berkelanjutan. Ingat P-D-C-A ( Plan-Do-Check-Action ) sebagai suatu siklus berkelanjutan.

Thursday, March 3, 2011

Jadilah Orang Yang Beruntung

Orang beruntung adalah orang yang apabila mendapatkan pahala/rezeki/kebahagiaan dia bersyukur dan bila mendapatkan musibah dia sabar. Namun bagi orang yang merugi adalah bila mendapatkan rezeki/ kebahagiaan dia pongah/sombong/kikir dan bila mendapatkan musibah dia mengeluh.
Itulah kunci khotbah Jum'at siang ini bersama pak Ustadz Ridwan dari Dayun, Siak, Riau. Sederhana tapi kaya makna. Ada 4 kata yang masuk dalam ingatanku : syukur-sabar-pongah-mengeluh.
Syukur - ucapan terima kasih kehadirat Allah Penguasa Alam Semesta
Sabar - yakin bahwa di setiap suatu musibah pasti "sesuatu"
Pongah - jiwa yang sombong adalah kawan dari syaitan penggoda abadi umat manusia
Mengeluh - ratapan orang yang tidak punya "nyali"

Maukah kamu-kamu menjadi kaum yang beruntung? Diberi limpahan rahmat kekayaan, kesehatan, kebahagiaan, keluarga sakinah ataukah kaum orang yang merugi yang siap-siap menjadi calon penghuni neraka.

Pilihan hanya pada kita, keyakinan bahwa TIADA TUHAN SELAIN ALLAH adalah kunci utamanya.

Wednesday, March 2, 2011

Gua ada di koran

Barangkali memang masa muda masa yang bahagia, membanggakan diri, menepuk dada buat mencari jati diri dan menerima pengakuan diri dari orang lain, sebagai bukti bahwa kusnun atau nunung atau kunil atau menthik pernah berarti dalam hidupnya, buat masyarakat, keluarga dan negara.... ceileee.




BOB salah satu asset Riau

Sekilas mengenal BOB PT.BSP-PERTAMINA HULU
Kutulis waktu itu untuk Menyambut Tujuh tahun Kiprah Anak Negeri di Negeri Berlimpah Minyak


Daerah Mengelola Ladang Minyak

Dengan ditandatanganinya kontrak Pengelolaan Lapangan Minyak Blok CPP antara Badan Pelaksana ( Balak ) Kegiatan Hulu Minyak dan Gas dengan Konsorsium PT. Bumi Siak Pusako dan Pertamina pada tanggal 6 Agustus 2002 atau dua hari sebelum kontrak PT. CPI berakhir, maka berakhir pulalah polemik yang berkepanjangan sejak keputusan PERTAMINA untuk tidak memperpanjang kontrak BLOK CPP oleh PT. Caltex Pacific Indonesia ( Sekarang PT. Chevron Pacific Indonesia ) yang telah mengelola ladang minyak CPP Block ini selama 31 tahun. Polemik yang barangkali telah banyak menyita perhatian mass media baik lokal maupun nasional. Polemik yang beraneka macam, baik dari kalangan Pejabat Pusat dan Daerah, politisi, maupun para pemerhati daerah Riau, apakah pengelolaan oleh PERTAMINA selaku pemegang hak kuasa pertambangan sebagai wakil negara, apakah daerah dengan menggandeng para investor ( Petrochina, Kondur Petroleum, MEDCO ENERGY, CNOOC atau PETRONAS ), apakah peran PT. CPI tetap ada dengan bergabung bersama satu konsorsium dengan PERTAMINA ) dan masih banyak lagi. Belum lagi wacana apakah nantinya yang mengelola PEMDA Riau atau Kabupaten Siak sendiri tanpa melibatkan daerah kabupaten lainnya.
Syukurlah, dengan Rahmat Tuhan Yang Mahakuasa terkabullah cita –cita masyarakat Riau pada umumnya dan Siak pada khususnya untuk dapat mengelola Sumber Daya Alam-nya sendiri dengan keringat dan jerih payah anak-anak negeri sendiri, melalui konsorsium PT. Bumi Siak Pusako dengan PT. Pertamina Hulu dalam wadah BOB ( Badan Operasi Bersama ) dengan masing-masing memiliki saham 50% ( Participating Interest ) selama 20 tahun ke depan.
Ini suatu anugrah dan prestasi, karena baru kali ini Pemerintah pusat melalui keputusan Presiden RI Ibu Megawati Soekarnoputri berdasarkan masukan dari Menteri terkait ESDM, memberikan kepercayaan kepada daerah untuk mengelola ladang minyak Blok CPP ini. Jadi ini dapat dianggap sebagai Proyek Percontohan Nasional. Yang lebih istimewa lagi inilah KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA - KKKS ( dulu KPS ) di bawah BP Migas yang pertama kali merupakan aplikasi dan implementasi dari perubahan Undang – Undang Migas yang baru, UU No. 22 Tahun 2001 ( pengganti UU No. 8 tahun 1971 ) sekaligus mengakomodasi Undang – Undang Otonomi Daerah UU No. 25 tahun 1999.

Peranan BOB di Tengah Masyarakat Melayu Riau

Keberhasilan daerah di dalam partisipasi aktif mengelola sumber daya alam, dalam hal ini minyak bumi, tidak lah pula terlepas dari adanya tataran perubahan iklim pembangunan nasional, yaitu Era Reformasi yang telah menelorkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Intinya daerah diberi peranan lebih dalam porsi-nya turut membangun daerahnya masing-masing berdasarkan sumber daya alam atau daerah yang ada. Untuk itulah peranan BOB CPP sebagai salah satu pemain / perusahaan minyak bumi daerah dituntut untuk selalu memberikan sumbangsih terhadap pembangunan daerah pada khususnya.
Memang dirasakan meskipun sudah berjalan dan menapak jalan ke tahun ke-5, peranan BOB masih belum terasa oleh masyarakat. Namun upaya – upaya dan komitmen manajemen bahwa sebagai suatu entitas bisnis yang berasal dari daerah dan diperlukan dukungan dari seluruh komponen masyarakat, maka kepedulian terhadap masyarakat daerah di sekitar operasi perusahaan tetaplah dinomorsatukan, di samping berbagai upaya guna mendongkrak kenaikan produksi. Karena manajemen BOB sadar bahwa hanya dengan kenaikan produksi-lah maka semua program – program yang berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat tempatan akan dapat segera diwujudkan.
Dari segi publisitas barangkali BOB masih kalah dengan perusahaan – perusahaan lain yang lebih gencar di dalam mempromosikan diri, baik di mass media maupun media elektronik, tetapi sesungguhnya hampir setiap tahun bekerja sama dengan Pemkab Siak BOB telah mengalokasikan dana hampir US $ 300.000 – 500.000 atau Rp 3 – 5 Milyar untuk keperluan COMDEV ( Community Development ) yang terdiri antara lain : Pembangunan sarana ibadah, sarana pendidikan, sarana jalan ( pengaspalan jalan TL. Masjid – Simpang Pusaka sepanjang 8 KM ), semenisasi jalan – jalan kampung, bantuan lantai jemur, penebaran bibit-bibit ikan air tawar dan lele dumbo, bantuan komputer di sekolah-sekolah, pembangunan asrama putra/I Ponpes Nurul Yakin – Siak, Penyediaan Pengolahan Air Bersih, Penanaman Benih Jagung Unggulan , dll yang ke semuanya itu dengan pendekatan “akar rumput” artinya seluruh program Comdev didasari atas keinginan dan kemauan dari masyarakat itu sendiri ( Dipublikasikan pada harian Media Indonesia , tanggal 9 Oktober 2006, halaman 10 pada Rubrik Nusantara ). Seperti diketahui Keberhasilan BOB CPP di dalam memperoleh Social Empowerment Award tahun 2007 dari Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, jelas – jelas menunjukkan bahwa program – program pemberdayaan masyarakat sebagai upaya CSR ( Corporate Social Responsibility ) perusahaan sudah nyata-nyata berjalan dengan baik ( on the track ). Penghargaan ini diterima BOB CPP di Hotel Four Seasons, Jakarta, Kamis, 24 Mei 2007 yang lalu bersama – sama dengan 10 perusahaan besar lainnya.


Masih Menjadi 10 Besar Produsen Migas Indonesia

Bila dilihat dari jumlah produksi, saat ini sekitar 21.200 BOPD, maka BOB CPP oleh BP Migas yang dilansir di dalam www.bpmigas.com termasuk no. 10 dari 149 perusahaan minyak di Indonesia di bawah Kontrak dengan BP MIGAS, di bawah perusahaan – perusahaan minyak besar semacam PT.CPI, Pertamina, Conoco-Phillips, Total, CNNOC, MEDCO EP Energy, Petrochina, Chevron Indonesia Company dan British Petroleum (BP).
Dengan demikian prestasi ini tentu saja sangat membanggakan bila ditilik kembali bagaimana sinis-nya berbagai pihak yang menyangsikan akan kesanggupan anak-anak negeri Melayu Riau di dalam mengelola ladang minyak Blok CPP ini, baik dari pihak DPR, pengamat perminyakan maupun yang lain-lainnya.
Dan sedikit- demi sedikit serta dengan upaya nyata BOB CPP mampu menunjukkan eksistensinya di kancah dunia perminyakan Indonesia, bahkan di forum-forum nasional maupun internasional, serupa IATMI, IPA, SPE, Geoscience, dll para ahli – ahli perminyakan BOB tidak selalu ketinggalan,baik sebagai penyaji makalah, peserta pameran maupun peserta pasif.


Aktivitas Operasi Produksi

Sejak mulai beroperasi BOB sangat gencar di dalam melaksanakan program pemboran, baik “infill” untuk pengembangan lapangan yang sudah ada, maupun pemboran eksplorasi guna pencarian cadangan baru. Sampai tahun 2009 ini BOB telah melakukan pemboran hampir 100 sumur baru, sehingga mampu menahan laju penurunan produksi alamiah lapangan ( decline rate ) dari 24% menjadi < 10%. Aktivitas sumur lainnya dengan melakukan pemeliharaan berupa rekondisi pompa-pompa sumur dan “workover” dengan menggunakan rig-rig services berkekuatan 250 – 350 HP sebanyak 5 unit untuk 100 sumur setiap tahunnya. Berbagai teknologi di dunia perminyakan guna menaikkan produksi juga diaplikasikan di lapangan – lapangan BOB, baik di Zamrud, Pedada maupun West Area dengan menggunakan teknologi : CHFR-Schlumberger, Injeksi KOH, Injeksi Greenzyme, Huff-Puff, Acidizing, Radial Jetting maupun Vibroseismic ( teknologi Rusia ) atau Fracturing dan terakhir guna menambah jumlah cadangan BOB telah melakukan kegiatan eksplorasi berupa Seismic 3-D di wilayah kerjanya baik di Kasikan ( West Area ) maupun di Talang ( East Area – Pedada ) Adapun metoda pengangkatan fluida sumur yang berupa minyak dan air dilakukan dengan pompa – pompa ESP ( Electrical Submergible Pump ), Pompa Angguk ( Conventional Pumping Unit ), Hydraulic Pumping Unit ( Pengembangan dari CPU ) dan PCP ( Progressive Cavity Pump ). Saat ini komposisi lifting method masih didominasi oleh pompa submercible ( ESP ) sebesar 85%. Minyak yang dihasilkan dari sumur – sumur Zamrud dan Pedada selanjutnya dialirkan dengan pompa melalui pipa 24” ke Minas PT. CPI dan selanjutnya dipompakan ke Terminal Dumai., sedangkan produksi dari West Area dipompakan ke Kota Batak – Petapahan PT. CPI dan bersama-sama minyak PT. CPI dipompakan juga ke Terminal Dumai. Sedangkan aktivitas pengapalan minyak masih dilakukan melalui Terminal Pengapalan Dumai bekerjasama dengan PT. Chevron Pacific Indonesia, baik untuk keperluan ekspor maupun dalam negeri, rata – rata 200.000 – 300.000 barrel minyak per bulan minyak BOB diekspor ke luar negeri ( Singapura, Jepang dan Korea ) atau sesuai proporsi daerah maka PT. BSP selaku BUMD akan mendapatkan dana sebesar ± US $ 42 Juta per tahunnya, sedangkan 600.000-700.000 barrel yang merupakan hak pemerintah ( BP Migas ) dialirkan melalui pipa ke Kilang Minyak Puteri Tujuh – Dumai. Di samping itu dari segi kehandalan pengelolaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta Lindungan Lingkungan, BOB telah berhasil mendapatkan predikat PROPER BIRU dari Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, ISO 14001 dan tahun ini berhasil mendapatkan sertifikat OHSAS 18001 dari Lembaga Sertifikasi International BVQI di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Senin, 26 Maret 2007. Komitmen terhadap Lingkungan Hidup ini sangat kuat dari Manajemen, dikarenakan daerah operasi BOB, khususnya Lapangan Zamrud berada di dalam wilayah “Konservasi alam” yang dilindungi dari Undang-undang, sehingga di dalam operasi-nya harus selalu focus terhadap kelestarian, baik satwa, ekosistem air ( Danau Besar dan Tasik ) maupun flora/ tanaman-tanamannya, sedangkan untuk Lapangan Pedada lokasinya sangat berdekatan dengan Sungai Siak, sehingga di dalam operasi “day to day operation” haruslah selalu menerapkan “Zero Water Discharge” atau air buangan nihil ke lingkungan, karena semua air yang terproduksi dikembalikan lagi ke bumi dengan melakukan Injeksi ke sumur-sumur melalui teknologi “WATERFLOOD” atau EOR ( enhanced Oil recovery ) nantinya, seperti yang sudah dilakukan oleh tetangga terdekat PT. Chevron Pacific Indonesia ( CPI ) di Lapangan Duri sebagai Steam Flooding untuk teknologi EOR-nya.




Untuk Masa Yang Akan Datang

Untuk masa – masa ke depan BOB masih membutuhkan dukungan dari segenap lapisan masyarakat baik itu dari unsur Pemerintah, maupun unsur-unsur kemasyarakatan terutama yang berada di sekitar daerah operasi. Hal ini diperlukan agar aktivitas operasi produksi di dalam mengalirkan minyak dari sumur ke Terminal Dumai tidak mendapatkan hambatan dan senantiasa lancar. Timbal balik ini, memang diperlukan guna terciptanya “simbiosis mutualisme”, antara BOB sebagai Entitas Bisnis/ Pelaku Industri dan masyarakat daerah selaku Yang terimbas dari aktivitas industri itu sendiri. Harus saling mengisi dan saling melengkapi.
Karena bagaimana pun juga BOB dengan segala pernak pernik-nya tetap lah Aset Daerah Riau yang harus selalu kita pelihara dan kita dukung keberadaannya. Aset yang berupa sumber daya alam yang tak ternilai harganya guna menaikkan “marwah” masyarakat Melayu dan Aset Sumber Daya Manusia yang tangguh dan professional di dalam mengelola perusahaan yang telah diamanatkan bersama guna mengembalikan kejayaan negeri ini.

Mengenang Cikal Bakal Lahirnya Sang Bayi - BOB

VONIS MATI UNTUK CALTEX.
Kontrak Caltex di blok CPP tidak akan diperpanjang lagi
Caltex menolak mengalihkan 10% sahamnya di sumur minyak blok Coastal
Plains Pekanbaru (CPP) kepada Pertamina. Ia pun menginginkan bagi
hasil diubah menjadi 80:20. Pertamina marah, kontrak Caltex di blok CPP
ak-hirnya tak diperpanjang.
Caltex, perusahaan minyak Amerika yang paling besar produksinya di
Indonesia, tiba-tiba menjadi buah bibir. Cerita resminya begini. Kontrak
karya Caltex di blok CPP akan habis tahun 2001. Mulai saat itu, kontrak
bagi hasil (production sharing) di blok tersebut tidak diperpanjang lagi
oleh Pertamina. Keputusan yang cukup mengejutkan ini sudah dimumkan
Menteri Pertambangan dan Energi IB Sudjana, pekan lalu. Selanjutnya,
seluruh ladang minyak yang terletak di blok CPP akan dioperasikan
Pertamina.
Mengapa tidak diperpanjang? Rupanya keluwesan atau insentif yang menjadi
soal. Ketika mengajukan perpanjangan kontrak, tahun 1993, Caltex
menginginkan porsi pembagian dengan Pertamina diubah dari 85:15 menjadi
80:20. Perusahaan milik Texaco Overseas Petroleum dan Chevron Asiatic
Limited ini juga menolak untuk me-lepas 10% sahamnya di blok CPP kepada
Pertamina. Caltex juga menolak untuk menyisihkan 50% wilayah CPP dalam
10 tahun. Sedang dari US$ 10 juta bonus yang diminta, Caltex hanya
menyanggupi sebesar US$ 4 juta.
Akhirnya, 2 Juli lalu, Caltex sedikit melunak. Misalnya, perusahaan
minyak itu bersedia mengalihkan 10% sahamnya di CPP kepada Pertamina.
Caltex juga akan melakukan investasi sebesar US$ 50 juta hingga tahun
2001. Satu-satunya permintaan Pertamina yang ditolak adalah soal bonus.
Tapi, semua itu masih dengan embel-embel. Pelepasan saham, umpamanya,
dihitung dari temuan lapangan baru. Padahal, Pertamina sendiri
menginginkan saham itu dihitung dari seluruh produksi CPP.
Caltex pun menginginkan agar bagi hasil dengan Pertamina ditetapkan
80:20. "Ini kemunduran," kata Direktur Pertamina Faisal Abda'oe. Bisa
dimengerti kalau Faisal Abd'oe ingin bertahan pada pembagian 85:15.
Pasalnya, seperti dikatakan beberapa pengamat minyak, Caltex masih
untung besar dengan bagi hasil seperti itu. Alasannya, blok CPP
tergolong ladang lama, sehingga biaya produksinya rendah, sekitar US$ 3
per barel.
Begini perhitungannya. Taruhlah, Caltex nantinya menanamkan investasi
baru sebesar US$ 50 juta atau sekitar US$ 6,25 juta per tahun mulai dari
1993 hingga tahun 2001. Dengan total produksi blok CPP 77.000 barel per
hari dan harga ekspor minyak sekitar US$ 21 per barel, itu berarti akan
menghasilkan pemasukan US$ 1,6 juta per hari atau sekitar US$ 584 juta
per tahun. Kalau Caltex sebagai kontraktor mendapatkan bagian prorata
15%, dalam setahun perolehannya US$ 87 juta. Sedangkan Pertamina akan
memperoleh US$ 500 juta lebih. Perhitungan ini memang sangat sederhana.
Tapi, dari angka itu sedikit tergambar bahwa dengan bagi hasil lama pun
sesungguhnya Caltex masih untung.
Maka, ketika Caltex menolak permintaan pemerintah, Pertamina pun memberi
vonis mati: tidak memperpanjang kontrak perusahaan minyak Amerika ini.
Hanya, yang masih menjadi tanda tanya, mampukah Pertamina mengoperasikan
ladang minyak yang akan ditinggalkan Caltex? Soalnya, jika gagal, devisa
dari blok CPP yang setiap tahunnya mencapai US$ 50 juta bisa turun.
"Pertamina telah berpengalaman melakukan operasi eksplorasi di mature
area, seperti halnya blok CPP," kata Abda'oe.
Abda'oe memang tidak menyangkal bahwa pemasukan dari blok CPP akan
turun. Hal itu, menurut Abda'oe, karena Caltex akan membatalkan
pembangunan proyek Enhanced Oil Recovery (EOR). Tapi, mulai 2001,
produksi CPP bisa ditingkatkan menjadi 453 juta barel per tahun atau
lebih tinggi 183 juta barel. Dengan produksi sebesar itu, uang yang
masuk ke kas negara diperkirakan akan mencapai US$ 4,1 miliar per tahun.
Berarti US$ 460 juta lebih tingi daripada yang disumbangkan Caltex.
"Kalau ditambah dengan bagian Pertamina, jumlahnya akan mencapai US$ 4,5
miliar," kata Abda'oe.
Ada cadangan devisa sebesar US$ 9 miliar
Sayang, Abda’oe tak menjelaskan mengapa Pertamina bisa meningkatkan
produksi minyak blok CPP hingga 40%. Ia hanya mengatakan bahwa saat ini
Pertamina telah menganggarkan dana US$ 1,3 miliar untuk diinvestasikan
di CPP selama 20 tahun. Di samping dana, untuk mengambil alih CPP dari
Caltex, telah pula dibentuk Tim Task Force Pertamina. Sedangkan di
bidang sumber daya manusia, seperti dikatakan Abda'oe, Pertamina telah
menyiapkan sekitar 65 tenaga ahli di berbagai bidang. Dengan kata lain,
langkah-langkah untuk mengambil alih blok CPP agaknya sudah dipersiapkan
BUMN ini secara matang.
Lain Pertamina, lain pula Caltex. Direktur Utama Caltex, Baihaki Hakim,
sampai Selasa lalu hanya bisa pasrah. "Kami shock, kaget," kata Baihaki,
tampak murung. Ya, memang itulah yang dirasakan pihak Caltex, di samping
mulai mengerem investasinya di blok CPP. Saat ini Caltex mengoperasikan
sumur-sumur minyak di Blok Rokan, Siak, MFK, dan CPP. Dari empat blok
ini, setiap harinya, berhasil disedot minyak sebanyak 805.000 barel.
Sumbangan blok CPP terhadap total produksi Caltex relatif kecil, cuma
9,7%.
Namun, di sumur-sumur minyak blok CPP kini diperkirakan masih tersimpan
cadangan minyak sebesar 540 juta barel. Dengan harga minyak US$ 16,5
per barel saja, berarti di blok CPP masih tersedia cadangan devisa
sebesar US$ 9 miliar. Itulah, menurut Baihaki Hakim, mengapa Caltex
merasa terpukul dengan keputusan pemerintah. "Kami percaya, pemerintah
mau meninjau keputusan itu," kata Baihaki.
Caltex, seperti dikatakan Baihaki, sebenarnya bukan tidak bersedia
mengalihkan 10% sahamnya di CPP kepada Pertamina. Yang membuat kesal
pihak Caltex, menurut Baihaki, kebijakan itu ternyata tidak diwajibkan
kepada kontraktor minyak asing lainnya. "Sebetulnya kami tidak ngotot,"
kata Baihaki. Mungkin Caltex tidak bermaksud pelit. Tapi, jika nasi
sudah menjadi bubur, apa daya?
_

_______________________________________
Kutipan press release Pertamina :
PERTAMINA MAMPU MENGOPERASIKAN WILAYAH BLOK CPP
- PT. CALTEX PASIFIC INDONESIA
Jakarta, 23 Juli 1997
Dirut Pertamina F. Abda'oe kembali menegaskan bahwa Pertamina mampu untuk
mengoperasikan wilayah kerja PT Caltex Pacific Indonesia di blok Coastal
Plain Pakanbaru (CPP) Riau yang kontraknya akan berakhir pada tahun 2001.
Keraguan sementara pihak bahwa Pertamina belum menguasai teknologi EOR
adalah tidak beralasan karena Pertamina telah melaksanakan kegiatan
teknologi EOR pada lapangan-lapangan minyak yang dikelolanya sendiri maupun yang dikelola bersama dengan mitra usaha KPS lainnya.
Teknologi yang akan diterapkan oleh PT. CPI di kawasan tersebut
merupakan teknologi maju namun tetap merupakan suatu teknologi yang
dapat segera dikuasai oleh karyawan Pertamina.
Mengenai perbedaan besar kecil biaya produksi yang dilakukan oleh
Pertamina, dijelaskan bahwa setiap lapangan minyak mempunyai
karakteristik yang berbeda antara satu lapangan dengan lapangan yang lain.
Biaya produksi suatu lapangan ditentukan antara lain besarnya cadangan
dan produksi lapangan, lokasi dan prasarana yang tersedia di sekitar lokasi
lapangan minyak tersebut.
Untuk lapangan minyak PT CPI di blok CPP, Pertamina dapat menyamai
dengan biaya produksi yang sama seperti yang dilakukan oleh PT CPI
dengan menetapkan sistim pengelolaan yang optimal.
Mengenai kehawatiran bahwa bila lapangan minyak di blok CPP - Riau
tersebut dioperasikan oleh Pertamina akan mengurangi pendapatan
nasional dijelaskan bahwa kekhawatiran tersebut tidak beralasan .
Bahwa bila lapangan minyak blok CPP tersebut dioperasikan oleh
Pertamina hasilnya secara keseluruhan dapat dimanfaatkan secara
maksimal oleh Pemerintah.

Keputusan untuk diperpanjang atau tidak diperpanjangnya suatu kontrak
pada suatu daerah tertentu yang sudah habis masa berlakunya adalah suatu
keputusan yang diambil dengan pertimbangan ekonomi - komersial yang
dilandasi azas manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional.
Dan kemungkinan untuk tidak diperpanjangnya suatu kontrak ini sudah
diketahui dan dipahami sejak awal oleh para KPS ketika menandatangani
kontrak PSC dengan Pertamina.
Dengan demikian tidak diperpanjangnya kontrak dengan PT CPI untuk
blok CPP ini bukan merupakan suatu hal luar biasa dan tidak akan
mempengaruhi iklim investasi di sektor migas.
Kontrak antara Pertamina dengan PT CPI untuk daratan Sumatera Tengah,
Blok Coastal Plains Pakanbaru (CPP) ditandatangani pada tanggal
9 Agustus 1971 dan berakhir pada tahun 2001.
Pembagian hasil antara Pemerintah dengan PT CPI untuk minyak adalah
85:15 dan produksi daerah wilayah kerja blok CPP saat ini adalah
76.000 bbl/hari.

****
Edisi Khusus Kemerdekaan
Iklim Senja Sang Juara

Jakarta, 14 Agustus 2002 00:21
PEKAN ini, tatkala Republik Indonesia masih merayakan ulang tahunnya yang ke-57, warga Riau punya pesta lain. Sejak pekan lalu, tepatnya pada 8 Agustus, pengelolaan lapangan minyak blok Coastal Plain Pekanbaru (biasa disingkat CPP) beralih ke tangan mereka. Sebuah badan usaha milik daerah (BUMD) dibentuk untuk mengelola ladang itu. Namanya, Bumi Siak Pusako.


Di dalam BUMD itu bergabung Pemerintah Kabupaten Siak, Kampar, Bengkalis, Provinsi Riau, dan pihak luar yang jadi mitra. Pemerintah provinsi membentuk PT Riau Petroleum untuk mewakili kepemilikannya. Maunya, provinsi memiliki saham yang gede. Apa daya, Kabupaten Siak juga punya keinginan serupa, karena 90% wilayah blok CPP terletak di situ. "Tuntutan ini sangat wajar," kata Bupati Siak, Arwin A.S. Namun, provinsi hanya setuju bila Siak maksimal menguasai 40%.

Perebutan wilayah antar sesama saudara ini ujung-ujungnya adalah duit. Rezeki dari CPP memang bisa bikin ngiler. Dewasa ini, blok itu memiliki 25 ladang, dengan hasil 70.000 barel minyak lebih sehari. Lumayan menebalkan kantong anggaran daerah. "Dengan menguasai ladang CPP, kami berharap, pendapatan asli daerah meningkat," kata Asparaini Rasyad, Asisten II Bidang Ekonomi Pemerintah Provinsi Riau, yang ikut mengurusi pengalihan ladang CPP.

Minyak memang menjadi andalan dalam menggulirkan kegiatan ekonomi, terutama sejak berlakunya otonomi daerah. Untuk itu, kabupaten dan provinsi penghasil minyak dan gas bersatu padu, mendesak pemerintah pusat agar bagian rezeki untuk daerah bertambah. Tuntutan itu diperjuangkan melalui Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas, organisasi beranggota 52 kabupaten dan kota madya serta 14 provinsi. Forum ini diketuai Irianto M.S. Syafiuddin, Bupati Indramayu, dan Irwan Nuranda Djafar, Bupati Lampung Timur.

Dalam pandangan daerah yang diuntungkan oleh kekayaan alam itu, harta mereka dikuras pemerintah pusat secara besar-besaran. Yang tersisa di daerah jauh di bawah wajar. Indramayu, Jawa Barat, misalnya, yang tahun ini menghasilkan 3,4 juta barel, ternyata hanya mendapat bagian Rp 9,2 milyar. Padahal, biaya produksi untuk mengolah minyak sebesar itu adalah Rp 252,17 milyar. "Besarnya bagian kabupaten dengan ongkos produksinya sama sekali tidak seimbang," kata Drajat Hadiwijoyo, Direktur Manajemen Forum Konsultasi.

Namun, dalam pandangan pemerintah, bagian untuk daerah itu sudah sesuai dengan aturan. "Ongkos untuk menghasilkan minyak juga harus dihitung," kata Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, Darmin Nasution.

Perselisihan pemerintah pusat dengan daerah itu tampaknya akan terus berlanjut di era otonomi daerah ini. Harus diakui, jauh lebih mudah menduitkan anugerah Tuhan berupa minyak ketimbang harus bersusah payah menggembungkan kocek anggaran melalui, misalnya, industri jasa. Dalam bahasa gampang, bila punya tambang, bupati atau gubernur tinggal ongkang-ongkang kaki, duit akan datang. Kontraktor akan datang. Kewenangan mengendalikan kontraktor itu kini sebagian besar masih di tangan pemerintah pusat. Inilah yang ingin direbut daerah.

Minyak memang menjadi tumpuan anggaran. Di awal pemerintahan Orde Baru, misalnya, penerimaan dari minyak betul-betul jadi andalan untuk melicinkan roda anggaran. Pada 1974, penerimaan dari minyak dan gas menempati lebih dari separuh pendapatan dalam negeri.

Jumlah itu makin berkurang, seiring dengan membaiknya penerimaan dari pajak, cukai, dan ekspor. Pada 1994, tatkala ekonomi Indonesia kepanasan lantaran pertumbuhan yang pesat, penghasilan dari minyak bumi hanya menyangga seperlima dari penerimaan dalam negeri. Porsi itu meningkat kembali di era krisis ekonomi (lihat tabel). Bisa dimaklumi, lunglainya rupiah membuat sebagian besar industri, terutama milik konglomerat, terkapar. Penerimaan dari pajak pun ikut berkurang.

"Minyak dan gas memang menjadi andalan APBN kita," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran, Abdul Anshari Ritonga. Tapi, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nomensen, Medan, Sumatera Utara, ini tak setuju terhadap pernyataan bahwa minyak dan gas bisa menggantikan peran pajak. "Kedua sektor itu adalah tiang utama APBN kita," kata mantan Dirjen Pajak itu.
Sang tiang itu, sayangnya, kini dimakan rayap krisis. Reformasi, yang pada awalnya dicita-citakan untuk membuat kehidupan lebih baik, tak kunjung membuahkan hasil. Situasi carut-marut sebaliknya tak kunjung pergi. Berbagai daerah, misalnya, kini berlaku bak pemerintah pusat. Mereka tak takut lagi mematok berbagai retribusi.

Peristiwa ini bisa kita saksikan di Garut, Jawa Barat. Di situ berdiri pembangkit listrik tenaga panas bumi Gunung Drajad, yang dikelola Amoseas, perusahaan energi dari Amerika Serikat. Setelah berlakunya era otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten Garut menetapkan berbagai retribusi, dari uang untuk tenaga keamanan hingga bangunan pagar. "Padahal, di kontrak yang kami teken, hal-hal seperti itu tak ada," kata Riki F. Ibrahim, eksekutif Amoseas di Jakarta, yang ikut menangani proyek di Garut itu.

Tambang minyak Caltex (Riau), ExxonMobil (Jawa Timur), batu bara Kaltim Prima Coal (Kalimantan Timur), ladang gas Tangguh (Irian Jaya) mengalami nasib hampir sama. Ancaman pemblokiran dari warga sekitar, yang merasa sebagai pewaris sah anugerah Tuhan itu, sewaktu-waktu bisa menimpa. Padahal, para pengusaha tambang itu merasa, sebagai pengusaha yang sudah membayar pajak dan berbagai pungutan legal --barangkali mereka juga membayar kutipan ilegal-- mereka harusnya mendapat jaminan keamanan.

Situasi runyam ini membuat penanaman modal di bidang bahan pembangkit energi, antara lain minyak, gas, batu bara, dan panas bumi, pun loyo. "Jangan berharap ada yang masuk. Yang di dalam pun memilih cabut dari Indonesia," kata Ketua Komisi VIII DPR, Irwan Prayitno. Satu di antara tugas Komisi VIII adalah mengawasi pelaksanaan pembangunan energi di Indonesia.

Berbagai keruwetan ini, kata anggota Partai Keadilan itu, adalah ketidakpastian hukum, undang-undang yang berbenturan, tuntutan warga masyarakat yang bisa mengancam kelangsungan investasi, serta tekanan lembaga swadaya masyarakat lingkungan. Ini semua, kata Irwan, karena orang lagi "senang-senagnya" melakukan reformasi.

Dirjen Minyak dan Gas, Rachmat Sudibyo, sependapat dengan Irwan. Rachmat menyebut, investasi di bidang minyak dan gas amat terganggu oleh reformasi yang ia sebut "kebablasan". "Keamanan dan penjarahan di daerah tambang membuat suasana yang menakutkan," kata Rachmat. Menghadapi keadaan yang bikin ngeri ini, katanya, kuncinya hanya satu: penegakan hukum. Tanpa itu, iklim investasi di bidang minyak dan gas akan beralih, dari "senja" menjadi "malam".

Di saat situasi di daerah-daerah tambang lagi centang perenang itu, muncul masalah lain, yakni pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 mengenai Minyak dan Gas Bumi. Beleid ini menggantikan undang-undang yang lama tentang Pertamina. Di aturan lama, Pertamina punya wewenang super. Ia adalah badan yang dinyatakan sebagai penguasa seluruh wilayah eksplorasi minyak dan gas bumi di Indonesia. Ia pula yang memonopoli pemrosesan minyak hingga memasarkannya.

Kontraktor, baik lokal maupun asing, yang akan mengelola sebuah blok untuk mencari rezeki dari gas bumi, minyak, serta geotermal harus permisi pada Pertamina. Si kuda laut ini bertindak sebagai dewan penguji. Perjanjian pengelolaan sebuah blok juga diteken si pengontrak dan Pertamina. Repotnya, Pertamina adakalanya berlaku sebagai kontraktor bagi hasil. Dewasa ini, Pertamina mengelola sejumlah sumur minyak, misalnya di Cirebon dan Indramayu (Jawa Barat), serta Prabumulih (Sumatera Selatan). Total, Pertamina menghasilkan sekitar 70.000 barel, hampir sama dengan yang dipompa Caltex di blok CPP.

Dualisme pemain dan penguasa inilah yang dibabat dalam undang-undang minyak dan gas yang baru. Pertamina kelak hanya menjadi pemain, sama dengan kontraktor lain. Sebagai regulator, akan dibentuk badan pelaksana. Repotnya, keputusan mengenai badan pelaksana itu, hingga pertengahan tahun ini, tak kunjung diteken presiden. Akibatnya gawat. Meski pemerintah sudah menawarkan 17 wilayah kontrak eksplorasi, belum satu pun yang laku.

"Kontraktor masih wait and see kepastian pembentukan badan pelaksana itu," kata Direktur Hulu Pertamina, Effendi Situmorang. Effendi adalah lulusan Institut Teknologi Bandung tahun 1974. Ia pernah bekerja di perusahaan energi Arco dan Unocal, sebelum akhirnya hinggap di Pertamina sebagai direktur pada Juli 2001. Effendi sepakat bahwa pemberlakuan otonomi daerah serta reformasi yang terlampau menggebu-gebu telah menciptakan ketidakpastian baru. Hal ini ditambah dengan belum terbentuknya badan pelaksana yang menangani kontrak minyak dan gas.

Hasilnya, kontrak bagi hasil minyak yang diteken cenderung merosot. Situasi paling buruk terjadi pada tahun 2000, saat politik Indonesia gonjang-ganjing tidak keruan. Pada tahun itu, hanya satu kontrak bagi hasil baru yang diteken. Setahun kemudian meningkat menjadi delapan. Tahun ini, hingga semester pertama lalu, masih nihil.
Indonesia seperti negeri miskin sumber daya minyak. Padahal, dilihat dari kandungan minyak buminya, Indonesia boleh berbangga. Di ASEAN, misalnya. Negeri kita, yang oleh para pendahulu kita disebut "bagaikan untaian manikam di khatulistiwa", memiliki 10 milyar barel cadangan minyak yang terbukti. Ini 10 kali dari Thailand, empat kali dari Vietnam, 30 kali dari Filipina, dan dua kali dari Malaysia (ironisnya, Petronas, BUMN minyak Malaysia, jauh lebih besar dari Pertamina).


Ongkos produksi minyak di Indonesia pun tak terbilang mahal. Tidak hanya untuk ASEAN, melainkan untuk seluruh dunia. Paling murah, tentu di Arab. Di situ, untuk membuat satu barel minyak hanya dibutuhkan US$ 1-2. Paling mahal, di Laut Brent, Norwegia. Untuk memompa minyak di laut dalam itu, dibutuhkan sekitar US$ 10 per barel. Sedangkan di Indonesia, US$ 2-3 ber barel. "Ongkos produksi minyak Indonesia ketiga termurah di dunia," kata Effendi kepada Irandito dari GATRA.

Atas dasar itu, Effendi tetap optimistis, orang luar akan memburu minyak di Indonesia. Kalau ada yang bilang bahwa mencari minyak di Indonesia tak menarik lagi, ia curiga, pernyataan itu untuk mengacaukan iklim perminyakan di Indonesia. Tapi, ia mengakui, kepastian hukum, situasi politik yang stabil, keamanan yang terjamin, akan membuat pemodal lebih terangsang memburu rezeki dari emas hitam di Indonesia.

Resep terakhir itu sebetulnya sudah diketahui, baik oleh birokrat di pemerintah pusat, daerah, lembaga swadaya masyarakat, maupun politisi di lembaga legislatif. Namun, menerapkan resep itu di lapangan sulitnya bukan main. Masing-masing pihak, atas nama rakyat, asyik bertikai memperkuat kekuasaan.

[Iwan Qodar Himawan, Oke Indrayana Trianto, Safriyal (Riau)]
[Pertambangan, GATRA, Edisi Khusus, Nomor 39 Beredar Senin 12 Agustus 2002]

Tiga Musuh Utama dalam Hidup

Dari pengalaman secara empiris maupun individual yang penulis rasakan, terima dan alami dalam menempuh hidup dan kehidupan guna mendapatkan insan yang "selalu positive thinking", legowo, ikhlas, sabar, tahan banting dan mumpuni ternyata haruslah lebih dulu mengenal Tiga Musuh Utama Kehidupan.
Opo iku ?

Pertama, adalah BOSS
Ingat kalau kita masih hidup dari terima gaji atau bekerja pada struktural suatu perusahaan, instansi atau pada majikan, maka jangan sekali-sekali kita berani melawan seorang BOSS, apalagi BOSS Gadang. Kita nggak akan menang, kita akan menjadi seorang Losser, pecundang dan hidup kita akan terseok-seok di kemudian hari. Karena apa? Dalam suatu struktural kepemimpinan yang berjenjang (cascade), maka pimpinan tertinggi akan lebih mempercayai pada bawahan yang terdekat. Apalagi jamannya "fit & proper test", maka seorang yg duduk dalam suatu jabatan struktural pasti sudah memenuhi kriteria yg dibutuhkan dalam jabatan tsb. Meskipun mungkin minimal, itu kalau tdk ada kandidat lainnya. Dan bawahan ini juga akan lebih percaya dg bawahan yg langsung di bawahnya. Lha kalau kita masih dalam posisi L4D mosok mau nglancangi ama yg di L2d atau L3D. Ingat jangan pernah berani melawan BOSS.


Kedua, ORANG KAYA
Zaman sekarang apa yg tdk bisa dimainkan dengan uang, banyak sudah kasus terungkap 30% bupati/gubernur di Indonesia terlibat korupsi/penyalahgunaan wewenang/jabatan dan APBD, kasus Arthalyta Suryani si Ayin dari Pondok Bambu, Kasus jaksa urip, jaksa tangerang (terbaru), kasus uang cek pelawat pemilihan Gubernur Senior BI - Miranda Gultom, kasus rekening gendut perwira Polri, kasus The Man of The Year 2010 si gayus-karyawan golongan III-A Ditjen Pajak, dll. Semua uang bicara, Epeng mangatur nagaraon, bahkan KUHP pun jadi plesetan Kasih Uang Habis Perkara.
Jadi jangan sekali-sekali melawan orang kaya, kalau kita tidak lebih kaya dari DIA. Percuma, sia-sia dan sangat-sangat menguras pikiran dan bikin stress.
Ketiga, ORANG GILA
Inilah musuh kita yang terakhir, jangan pernah melawan atau bahkan menantang orang gila, kalau kita tidak mau jadi gila atau menjadi salah satu penghuni rumah sakit jiwa. Energi habis segalanya habis dan tidak dapat hasil apa pun. Tidak ada gunanya melawan orang gila.


Jelaslah sudah, kalau hidup kita mau tentram, nyaman, sukses dan bahagia dunia akherat maka jauhilah bermusuhan dengan TIGA ORANG tersebut. Semoga ini menjadi resep hidup kita.

Tuesday, March 1, 2011

Ngobrol Bareng ama team chemical

sambil diskusi kerja kita ngobrolin ttg gayus, pssi-nurdin halid sampai kpn si adik kawin.

Hal yang Besar dari Yang Kecil-Kecil

Aku terdiam saat kuterima pengembalian dari kubeli sesuatu di suatu super market. Pak kembalian kurang dua ratus pakai permen saja ya....
Kuterima 2 biji permen buat pengganti uang 100 perak.Benarkah harga sebiji permen Rp 50,-. Ah, pikiranku jadi melayang. Mungkinkah Super market sebesar Hypermart diperoleh laba dari permen-permen ini atau Alfa Mart, Indo Mart, Carrefour, Sarinah, dll. Atau malahan JC Penney atau Harrod !
Tapi memang benar bahwa nilai satu juta, satu milyar atau satu triliun tidak akan bernilai segitu kalau kurang 100 perak, iya kan.
Mungkin memang benar sesuatu yang besar memang asalnya dari hal-hal yang kecil.


Nah aku mau coba mereka-reka apa sih hal-hal kecil ( menurut pribadiku lho ) yang sudah kulakukan buat orang lain ( buat isteriku, anak-anakku, teman-temanku, ibu-bapakku, saudara-saudaraku )
Moga aja yg kecil-kecilku ini akan membuatku jadi "orang besar".
Tapi mudah-mudahan ini bukan takabur, membangga-banggakan diri atau apalah ini hanya sekedar melampiaskan hasrat menulisku. Itu saja titik. Ojo ditambahi lan dikurangi, yo.
1. Setiap di jalan raya, di manapun aku selalu memberi kesempatan mobil lain untuk lewat. ( ini kulakukan mungkin orang itu baru butuh waktu utk cepet sampai, dia ada perlu )
2. Setiap kembalian receh yang ada dikantongku pasti kumasukkan ke celengan anak-anakku ( biar anak-anakku membiasakan menabung sejak kecil, dia akan kaget lho kok celenganku udah berat? )
3. Setiap kena marah, aku akan diam ( karena aku berpikir nah ini kesempatan untuk belajar sabar dan menjaga emosi, apalagi dari atasanku lha dia digaji kan memang untuk marah? he.he. )
4. Setiap melihat polah tingkah anak-anakku, apa pun. Aku akan tetap senyum ( biar aku ingat tingkah kecilku dulu, siapa tahu nurun, iya nggak ? )
5. Setiap ada kekurangan dari orang lain aku coba mengingatkan yang kutahu ( siapa tahu bermanfaat buat orang itu dan menyempurnakan )
6. Setiap ada uneg-uneg selalu kulempar ( apalagi ada fasilitas blog ini, wah terbayar deh yg jadi utang-utangku selama ini yes..yess.yesss )
7. Setiap memberi mencoba utk melupakan ( nggak tahu aku pengin begitu, biar orang tidak ada utang budi kepadaku hiks...hiks..hiks )
8. Setiap kebaikan dari siapa pun yang kuterima kucoba untuk kuingat-ingat ( maksudku karena kutahu bahwa setiap orang berbuat baik kepadaku aku akan berusaha untuk membalas kebaikannya lebih kadarnya dari kebaikan yang telah kuterima ).


Nah itulah 8 hal yang ingin selalu kulakukan ( bukan 7 habits lho tapi 8 habits, karena kata orang angka 10 untuk Allah, dan angka 9 untuk para Malaikat dan Nabi ).

Sembilan Belas Tahun Ku Mengabdi

Demi masa,
sesungguhnya manusia itu pasti dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan perkara baik dan orang-orang yang saling berwasiat supaya menjalankan yang haq dan saling berwasiat supaya sabar.( Surat Al Ashr-Waktu, Makkiyah, 3 ayat )
Berulang-ulang surat ini kubaca di pagi, siang, sore dan malam hari, bahkan terkadang di tengah malam.
masa atau waktu adalah sesuatu yang tidak pernah tergantikan
tidak pernah dapat diulang
itulah kenapa : kesempatan tidak akan terjadi untuk kedua !!!!!


Jadi bila kita bijak, maka begitu ada kesempatan... haruslah dimanfaatkan
Dimanfaatkan dalam kebaikan dan kebajikan buat diri, sesama ( keluarga-anak dan isteri, saudara-saudara, ayah-bunda, masyarakat-tetangga,rekan sekerja, bawahan,atasan, komunitas lainnya ) juga buat Tuhanku, Allahu ... Allahu ... Allahu
Besok sudah tanggal tiga bulan tiga di tahun 2011
apa artinya ?
Inilah awal aku berpijak
awal aku memulai yang baru
awal aku membina karir
awal aku di perusahaan dambaanku.... pertamina

Masih jelas tergambar bagaimana perjuanganku bisa ada di sini,.. pertamina
dari yogya... magelang.... cepu ( diseling OJT di VICO Kalimantan Timur sono )
dan kubuka amplop penempatanku.... LIRIK
Satu tempat yang tak kan pernah ada tertulis dan tercetak di peta bumi indonesia yg pernah kupelajari di SD-SMA dulu...
Namun setelah aku ada di Lirik, Lirik bukanlah asing bagi insan perminyakan indonesia, di mana di sono Stanvac Indonesia (NVPM dulu) menancapkan kukunya sejak 1939 hingga sekarang meskipun tlah beralh ke EXSPAN Sumatera,MEDCO Energy dan sebagian kini di kelola oleh Unit Bisnis EP Lirik..
Tiga Maret 1992
Aku dilantik bersama 115 orang rekan-rekanku seluruh indonesia dari aceh,medan, palembang, jakarta, bandung, yogya, surabaya, ujung pandang untuk bersama-sama mengabdi sebagai abdi bangsa melalui bumn - si kuda laut yang sekarang berbah menjadi panah...
Mereka semua di sebar ke seantero nusantara, baik yang di gas, minyak maupun di panasbumi..
Yah.. aku ada di Lirik bersama sobatku Rahmad Wibowo ( si-kecil cabe rawit ).. hanya berdua dan dihantar tugas bersama kunjungan kerja PUD saat itu pak Mujihartomo ( kelak menjadi Dirmud EP ).
Banyak kenangan dari seorang anak manusia selama di Lirik ( ntar kuceritakan sendiri, seperti pesan mas yani, rekan kerjaku di Lirik dulu lewat FB )
Aku berada di lirik sampai bulan pebruari 2000 untuk diminta membantu pak Supriyanto ( GM Jambi waktu itu ) dan aku ditempatkan di kenali asam untuk mengawasi produksi Jambi, khususnya Ketaling, Sengetti, Setiti,dan Betung...
Namun di Nopember 2002 aku harus pindah ke CPP Block di Riau kembali. Sampai sekarang.
Ntahlah apa yang telah kuperbuat sudah cukup berarti buat pertamina... yang dulu dikenal sebagai wahana perjuangan dan sosial insan-insan perminyakan dari rayuan petrodollar KPS-KPS lain yang menjanjikan.
Biarlah orang lain yang menilai
Biarlah atasanku yang menilai
Biarlah pimpinan perusahaanku yang menilai
Dan biarlah peruntunganku Allah pun yang menjatuhkan
Aku hanya sebongkah intan dan semoga akan tetap menjadi intan di mana pun ku di tempatkan
Akan kunikmati sebagai ibadah
Akan kusyukuri sebagai rizki halal ku untuk anak-anak dan isteriku

Selamat Ulang tahun ke 19 buat teman-teman ex-BPST IV ( Bimbingan Profesi Sarjana Teknik Angkatan IV ) Direktorat Eksplorasi Produksi Pertamina, semoga tapak-tapak langkah kita, ayunan kerja kita, pemikiran cemerlang kita semua mampu menjadikan Pertamina menjadi Perusahaan Perminyakan Dunia dan menjadi Tuan Rumah di Negeri ini...Amin ( world class company ).