Tuesday, January 24, 2012

pujian sebuah tantangan

Pagi ini untuk ke sekian kalinya aku mendapatkan pujian dari seorang pekerja di kantorku. Kenapa untuk "kesekian" karena rasanya selama hidupku ini sudah terlalu banyak aku mendapatkan pujian. Memang titik balikku adalah di kelas satu sekolah dasar dulu. Bagaimana tidak seorang "nunung" harus terbata-bata dalam membaca kata-kata, dalam bahasa Indonesia sekali pun. Lha wong kata ibuku dulu untuk ngomong Jawa saja aku "pelo", apalagi membaca tulisan bahasa Indonesia. Masih teringat bagaimana aku bersusah payah agar "spelling"-ku benar dan jelas. Setiap pagi makananku sehari - hari adalah berdiri di muka kelas untuk dihukum oleh Suster Maria, karena di kelas hanya aku seorang yang belum bisa baca dan tulis. Aku disuruh melihat rekan-rekan dengan lantang membaca setiap tulisan Suster yang ada di papan tulis.
Proses ini kujalani hampir satu tahun dan mukjizat menginjak tahun kedua di Sekolah dasar aku tumbuh menjadi anak yang "luar biasa" ( ini kata teman-temanku lho dan itu kudapatkan setelah aku dapat berhubungan kembali melalui media BBM dan facebook setelah hampir 35 tahun berpisah ).
Dan hasilnya adalah di kelas 6 aku diminta mewakili sekolah dasar dalam ajang pemilihan pelajar teladan se kabupaten Semarang yang sampai detik ini pun aku tidak tahu siapa pemenangnya waktu itu. Karena memang masa itu adalah masa yang sungguh berat buat keluarga ku yang tinggal di kota kelahiranku itu. Ini cerita rahasia tersendiri.
Ternyata perubahan dari prestasi belajarku menjadi pantauan tersendiri dari para suster, ibu dan bapak guruku, sehingga aku terpilih mewakili sekolah. Bagaimana tidak sejak kelas 2 SD nilai A atau 100 di rapor-ku hampir 90% dan sisa 10% adalah nilai B atau di atas 90. Ini pujian pertama yang kudapat.
Setelahnya ribuan pujian selalu akrab denganku. Sampai pagi ini.
Tapi buatku pujian ini adalah tantangan dan ini menunjukkan bahwa aku ternyata masih ada kekurangan. Aku selalu berasumsi bahwa setiap menerima pujian berarti aku masih ada yang kurang atau masih ada tantangan lagi dan lagi dan lagi. No body perfect !
Dari pujian pagi ini, sekarang kembali aku tersadar bahwa aku harus introspeksi diriku lagi dan ini mungkin perlu waktu. Tantangan apa lagi yang harus kuhadapi. Sekali lagi bahwa pujian bukan untuk menjadikan seseorang menjadi jumawa, takabur, sombong atau berbangga diri. Tapi pujian harus dilihat sebagai jebakan, perangkap yang kapan saja akan menangkap kita, menjerumuskan kita ke jurang yang dalam dalam satu masa atau bahkan akhir masa dari sisa kehidupan seseorang.

No comments:

Post a Comment