Sunday, April 10, 2011

mengapa minyak kita tidak naik-naik?

Booming minyak nampaknya sudah berlalu buat negeri ini, bagaimana tidak sepuluh tahun terakhir ini produksi kita tidak pernah menunjukkan grafik yang menaik, malahan menurun. Kalau dulu kita pernah merasakan era bagaimana minyak menjadi primadona penerimaan negara, ia memiliki kontribusi 65% dari itu. Tapi sekarang mungkin tinggal separo-nya, hanya kisaran 30% dari total penerimaan negara.
Tahun ini saja kesepakatan APBN adalah dengan produksi nasional 970.000 bpd, tapi seperti dilansir beberapa mass media belakangan ini hanya kisaran 911.000 bpd saja atau artinya setiap hari kita tekor hampir 60.000 bpd. Bisa dibayangkan bagaimana kalang kabut nya pemerintah saat ini di saat banyak krisis melanda dunia, baik eropa, timur tengah, sebagian amerika tengah, afrika dan asia, produksi minyak malahan menurun terus, sektor pajak yang digadang-gadang buat nutupi kekurangan penerimaan dari minyak ternyata juga mlempem ( imbas kasus gayus, penrimaan pajak hanya 86% dari target ). Krisis ditambah dengan naiknya harga minyak dunia ( tadi pagi harga minyak brent mencapai US$ 112/bbl bahkan minyak light crude di pasar New York untuk bulan Mei sudah di kisaran US$ 120/bbl.
Kebijakan energi menjadi momok negeri ini, konsumsi BBM kita hampir 1,3 juta bbl/ hari dengan produksi 911.000 bbl/ hari artinya negeri ini harus mencari BBM impor sebanyak 400.000 bbl/hari atau senilai US $ 40.000.000/ hari atau US$ 14.600.000.000/ tahun Rp 131.400.000.000.000/ tahun atau Rp 131,4 Trilyun atau 8% dari APBN ( Rp 1.600 T )
Jadi kenapa minyak kita turun :


1. Sumur-sumur minyak kita sekarang ini adalah sumur-sumur tua, barangkali sumur terakhir yang banyak berkontribusi adalah pemboran era 80-an artinya sudah hampir 30 tahun umurnya. Belum lagi sumur-sumur lama pun masih berproduksi ( hasil pemboran era-70 an ) bahkan di beberapa lapangan minyak masih ada yang berumur jaman belanda atau jepang, sehingga wajar kalau tingkat pengurasannya juga sudah optimal.
2. Sumur-sumur eksplorasi belum banyak dikembangkan atau bahkan meleset dari perkiraan ( ini membuktikan teknologi saat ini blum sepenuhnya mendukung perhitungan perkiraan cadangan lapangan - lapangan baru, contoh : West Seno, Kodeco di selat madura dan yang paling akhir yang masih menjadi pertanyaan adalah kesanggupan Lapangan banyuurip berkontribusi dalam produksi nasional, seperti dilansir akan mampu mencapai peak performance 160.000 bpd (tapi kapan ? berita terakhir produksi lapangan ini hanya di kisaran 16.000 bopd atau 10% kapasitas produksi puncaknya, kita tunggu saja)
3. Belum terlihatnya para pemain industri minyak ini di cekungan-cekungan lain selain 22 cekungan yang telah berproduksi, padahal masih diakui bahwa jumlah cekungan minyak di Indonesia mencapai 60 cekungan. Artinya bagaimana sebenarnya prospek 35 cekungan ini ?


4. Penerapan pengurasan lanjut masih dalam wacana atau pilot project. Dilemma memang kalau akan kita terapkan ke tingkat secondary atau tersiery maka ongkos investasi pun akan melonjak tinggi, contoh : Tersiery lapangan Minas Chevron membutuhkan investasi mencapai US$ 200 jt. Di sinilah pemerintah melalui BPMIGAS dan ESDM dituntut keberanian buat go or no go pada teknologi pengurasan lanjut. Barangkali keberhasilan Steam Flooding di Lapangan Duri patut dijadikan contoh nyata keberhasilan teknologi lanjut ini.
5. Regulasi dan Insentif yang menarik selalu ditunggu para pemain ini, karena para pemain membutuhkan kepastian sehingga dollar yang mereka gelontorkan tidak amburadul di tengah jalan. Hal ini tentu saja harus ada jaminan keamanan atau kesatbilan politik negeri ini. Beberapa kendala yang menyangkut masalah ini adalah tumpang tindihnya Perda (di daerah) sebagai konsekuensi nyata otonomi daerah, pembebasan lahan, retribusi-retribusi daerah berkaitan dengan lingkungan dan DBH (dana bagi hasil).


Namun demikian semua kendala-kendala dimaksud haruslah tetap dapat diuraikan satu persatu sehingga terpecahkan. Diperlukan pemikiran yang cerdas guna menggulirkan kebijakan-kebijakan yang tetap berwawasan merah putih tetapi mampu mengangkat keterpurukan produksi minyak nasional.

No comments:

Post a Comment